Di tengah hegemoni perusahaan raksasa the Big G alias Google, rasanya memang sulit lepas dari cengkraman (((cengkraman)) Google dan segala macam produknya, termasuk saat mencari browser selain Chrome. Sekeras apa pun kita berusaha, ujung-ujungnya pakai produk Google juga.
Chrome, browser besutan Google, merajai pasar dunia dengan market share sebesar 63.91% (sumber: Statista). Jumlah yang luar biasa!
Walau posisinya masih tak tergoyahkan, Chrome sempat tersandung privacy issue yang terus mencuat sampai sekarang. Paska Snowden dan film dokumenter The Social Media Dilemma rilis, publik a.k.a para pengguna memang mulai concern dengan masalah ini. Banyak pengguna, termasuk saya, mulai mencari dan menggunakan browser lain yang lebih aman.
Jika Anda sedang mencari browser alternatif selain Chrome entah karena privacy issue atau bosan dan ingin mencoba hal baru, saya sudah buatkan daftarnya.
Web Browser Selain Google Chrome dan Cerita di Baliknya
Sebagian besar browser yang disebutkan di sini menggunakan engine Blink, bagian dari Chromium Project. Hmmm … bukan, bukan fanbase Blackpink, bukan pula search engine. Blink yang saya maksud di sini adalah browser engine , gampangnya mah mesin untuk membuat browser.
Engine Chromium dikembangan pertama kali oleh Google dan memang dibuat untuk Chrome. Tapi pada perkembangannya, engine tersebut menjadi open-source dan dikembangkan secara keroyokan oleh Google, Opera, Samsung, Microsoft, dll. Nah, proyek keroyokan ini disebut Chromium Project. Salah satu hasilnya ya Blink itu tadi.
Jadi jangan heran kalau melihat browser yang fiturnya mirip-mirip Chrome.
1. Brave
- Device: desktop & mobile
- OS: Windows, macOS, iOS, Android, Linux menyusul
- Engine: Blink (Chromium)
Dibuat oleh Brendan Eich, programmer yang menciptakan bahasa program JavaScript (iya, JavaScript yang itu) sekaligus co-founder Mozilla. Pertama kali diluncurkan pada 20 Januari 2016 (stable release pada 13 November 2019) dan terus mencuri perhatian sampai sekarang.
Berbeda dengan Chrome yang mengumpulkan data pengguna lalu mengumpankan kita pada para pengiklan, Brave mengklaim dirinya sebagai web browser yang menghargai privasi. Memiliki fitur built-in berupa ads blocker, cross-site trackers blocker, dan sebagainya.
Karena chromium-based, beberapa fitur lain seperti ekstensi dan web developer tool (inspect element) juga terintegrasi dengan Google, termasuk fitur Lighthouse.
9 Search Engine Selain Google Search
Berbicara tentang search engine selain Google ibarat masuk ke dalam novel klasik Gulliver’s Travels, tentu saja dalam kisah ini kitalah liliput dan …
Baca Selengkapnya2. Firefox
- Device: desktop & mobile
- OS: Windows, macOS, Linux, iOS, Android
- Engine: Quantum
Firefox atau Mozilla Firefox jauh lebih tua dari Google Chrome. Dibuat pada tahun 2002 oleh Mozilla. Versi stabilnya resmi dirilis dua tahun kemudian, tepatnya 9 November 2004. Karena kecepatan dan keamanannya, Firefox dengan mudah merebut hati para pengguna dan menjadi pesaing utama Internet Explorer, setidaknya pada saat itu.
Sampai Google Chrome datang ….
Nasibnya memang tidak sewatir IE, hingga Maret 2021 masih berada di urutan keempat sebagai browser yang paling banyak digunakan. Tapi kalau melihat angka market share-nya yang hanya 8.07% (sumber: CounterStat) dan terus turun dari hari ke hari, sepertinya Mozilla harus mulai bebenah.
Firefox adalah satu dari sedikit browser yang tidak menggunakan Chromium sebagai engine-nya. Firefox menggunakan engine yang dibuat khusus: Gecko, Quantum, dan SeaMonkey. Ini menjadikan Firefox cukup unik.
Beberapa pengguna melaporkan tentang perfoma Firefox yang justru lamban dan mengonsumsi memori yang cukup besar. Saya sendiri membenarkan itu. Dari sisi performa terutama kecepatan, Firefox memang jauh tertinggal.
3. Firefox Developer Edition
- Device: desktop
- OS: Windows, MacOS, Linux
- Engine: Quantum
Disebut developer edition karena memang sengaja dibuat untuk para developer, meski tentu saja yang bukan developer pun boleh-boleh saja menggunakannya. Tampilannya yang clean dan darkmode membuat pengguna berasa browsing pakai Visual Studio Code. Hahahaha.
Dari semua tool built-in yang ada, ini yang paling saya suka:
- Developer tool -nya lebih canggih daripada browser chromium-based.
- Fitur screenshot built-in. Jadi tidak perlu pakai ekstensi kalau mau screenshot layar.
- Pocket. Fitur untuk menyimpan link-link web favorit. Agak mirip dengan “Reading List” di Chrome.
Sayangnya, tidak banyak plugin atau ekstensi yang benar-benar berguna untuk developer. Kebanyakan malah sudah deprecated alias tidak update. Entah karena tidak banyak developer yang mau mengembangkan ekstensi untuk Firefox, entah karena Mozillanya sendiri yang kurang fokus terhadap ini.
Performanya di Windows 10 ke atas bagus luar biasa. Tapi untuk Windows 7, nge-lag-nya ampun-ampunan. Meskipun begitu, saya sendiri masih menggunakannya untuk membuat theme WordPress karena memang tidak banyak pilihan browser developer edition di luar sana.
4. Safari
- Device: desktop & mobile
- OS: macOS, iOS
- Engine: Webkit
Pengguna MacOS dan iOS pasti sudah tak asing dengan Safari, browser default pada devices keluaran Apple.
Safari punya hubungan yang rumit dengan Internet Explorer besutannya Microsoft. Kalau dilihat dari sejarahnya, bisa dibilang IE adalah cikal bakal Safari. Tahun 2007 sempat ada versi Windows-nya, tapi kemudian berhenti di tahun 2012.
Menggunakan engine Webkit, browser engine yang khusus dibuat untuk Apple. Dalam halaman resminya Safari mengklaim sebagai browser yang lebih cepat dan aman dibandingkan Chrome dan Edge.
Apa pun klaim mereka, pada kenyataanya Safari selalu tertinggal dalam merespons perkembangan bahasa pemrograman sehingga sering kali browser-nya tidak support dengan sintaks-sintaks terbaru. Pseudo-element CSS aja mbuh. Ini pulalah yang membuat kami para web developer punya dendam kesumat pada Safari, sama seperti dendam kami pada IE. Hahaha.
5. Edge
- Device: desktop & mobile
- OS: Windows, macOS, iOS, Android
- Engine: Blink (Chromium)
Putus asa dengan Internet Explorer dan nasibnya yang nahas, Microsoft merilis Edge pada tahun 2015. Bersamaan dengan Windows 10. Setelah galau dan berganti-ganti engine, akhirnya Microsoft memutuskan untuk menggunakan Blink, yang notabene Chromium juga. Google boleh tertawa kencang di titik ini.
Tampilannya lebih clean dan modern dengan berbagai fitur yang juga lebih kekinian. Banyak pengguna yang memberikan testimoni positif bahwa Edge ringan dan cepat. Edge mulai merangkak mengejar ketertinggalan, berhasil menggeser Mozilla Firefox dan Opera dalam hal jumlah pengguna. Meski mendapatkan banyak ulasan positif dan disebut-sebut sebagai browser paling bagus selain Google Chrome, rasanya masih sulit mengulang kejayaan IE di masa lalu.
Belajar dari kesalahan Internet Explorer, kini Edge Browser lebih responsif terhadap perkembangan bahasa program terbaru. Sintak-sintaks terbaru pasti support lah. Para web developer gembira menyambutnya.
Oh, hallo, Safari! Rek kitu wae yeuh?
Btw, in case Anda belum ngeuh, Microsoft jugalah yang membuat code editor Visual Studio Code , peranti ngoding favorit kita semua.
6. Opera
- Device: desktop & mobile
- OS: Windows, macOS, iOS, Android, Linux
- Engine: Blink (Chromium)
Opera adalah browser yang sudah sangat tua. Bisa dibilang satu angkatan dengan IE karena dirilis pada April 1995, beberapa bulan sebelum IE. Dulunya menggunakan engine Presto, kemudian beralih ke Blink pada tahun 2013.
Untuk urusan keamanan data pengguna, Opera dilengkapi dengan free VPN, Ad blocker, dan beberapa fitur lainnya. Hah, free VPN? Bisa atuh. *eh
BACA JUGA
Cara Menggunakan VPN di Laptop dan Smartphone
7. Opera GX
- Device: desktop & mobile
- OS: Windows, macOS, iOS, Android, Linux
- Engine: Blink (Chromium)
Pernah mendengar laptop gaming? Nah, sekarang ada browser gaming. Opera GX memang sengaja dibuat untuk gamer. Fitur-fiturnya nyaris sama dengan Opera Browser biasa, tapi dengan beberapa tambahan yang disesuaikan dengan kebutuhan para gamer.
8. Yandex Browser
- Device: desktop & mobile
- OS: Windows, macOS, iOS, Linux, Android
- Engine: Blink (Chronium)
Dilihat dari namanya, Anda pasti sudah tahu siapa pengembang di balik Yandex Browser. Ya, web browser ini dikembangkan oleh Yandex, search engine asal Russia.
Yandex Search memang menjadi peringkat pertama di Russia, mengalahkan Google Search, hal yang jarang sekali terjadi. Tapi saat itu Yandex tidak punya browser sendiri. Orang-orang Russia makenya Chrome. Jadi, di tahun 2012 (initial release) mereka buatlah browser sendiri. Bulan Mei 2021 kemarin baru keluar versi stabilnya.
9. Vivaldi
- Device: dekstop & mobile
- OS: Windows, macOS, iOS, Android, Linux
- Engine: Chromium
Namanya memang cukup asing dan jarang terdengar, terutama di Indonesia. Dirilis pada April 2016, bisa dibilang Vivaldi adalah pemain baru di kancah browser war, sama seperti Brave. Meskipun begitu, orang-orang di baliknya tidaklah baru-baru amat. Di balik Vivaldi, ada Jon Stephenson von Tetzchner, programmer asal Norwegia yang juga co-founder Opera.
Berbeda dengan browser lain yang tampilannya gitu-gitu aja, di Vivaldi kita bisa customize dan “mendandani” browser kita dengan fitur apa saja.
10. Honorable Mention: Internet Explorer
Browser yang satu ini memang sudah menemui ajalnya. Tapi demi kenangan dan logonya yang begitu lekat dalam ingatan, Internet Explorer saya sebutkan sebagai penghormatan. Bocah-bocah Millenial yang sekarang sudah jadi bapak-bapak dan ibu-ibu pasti ingat dengan IE yang sering kita gunakan saat di warnet. Bolos sekolah pula.
Pertama kali dirilis pada 16 Agustus 1995 (beberapa sumber mengatakan tahun 1994), IE dikembangkan oleh Microsoft dengan tujuan untuk menyaingi Netscape. Langkah ini berhasil, menjadikan IE sebagai browser yang merajai pasar dengan market share 95% pada tahun 2003.
Namun, kejayaan IE berangsur-angsur surut seiring bermunculannya browser baru yang lebih canggih dan stabil. Dari tahun ke tahun nasib IE tak kunjung membaik dan sering membuat kami para developer kesal karena “apa-apa tidak support”. Hingga pada 20 November 2020, IE resmi tutup usia.
Rest in peace, IE. Jasamu akan terus kami kenang.
Rekomendasi
Memilih browser tidak selalu tentang browser itu sendiri, terutama saat mencari browser selain Google Chrome yang sudah lazim sekali kita pakai. Kadang, perfroma browser sangat tergantung pada device yang Anda gunakan saat ini. Untuk bloger, pertimbangkan juga tentang pilihan search engine yang tersedia karena kita pasti perlu untuk melihat peringkat artikel-artikel kita di SERPs.
- Windows 10 dengan RAM minimal 4 GB: Anda bisa mencoba Edge dan Firefox Developer Edition.
- Windows 10 dengan RAM di bawah 4 GB: Brave adalah pilihan terbaik.
- Windows 7: sudah pasti Brave.
- MacOS: saya kurang tahu karena enggak pakai. Tapi teman-teman pengguna Mac mengatakan Brave dan Edge performanya bagus.
- Linux: pakai apa pun yang tersedia versi Linux-nya. Hahahaha.
- Android: UC browser dan Brave.
- iOS: Safari dan Brave.
BACA JUGA
Daftar browser selain Chrome di atas memang terbilang sedikit karena mengembangkan sebuah software, apalagi web browser, bukan pekerjaan mudah. Jika kita mengikuti sejarah perkembangannya, kita akan mendapati banyak browser baru yang bermunculan, tapi lebih banyak lagi yang akhirnya kandas di tengah jalan.
Ngomong-ngomong, apa web browser jagoan Anda? (eL)
Langit Amaravati
Web developer, graphic designer, techno blogger.
Aktivis ngoding barbar yang punya love-hate relationship dengan JavaScript. Hobi mendengarkan lagu dangdut koplo dan lagu campursari. Jika tidak sedang ngoding dan melayout buku, biasanya Langit melukis, belajar bahasa pemrograman baru, atau meracau di Twitter.