Setiap kali ditanya apakah saya bisa menggambar atau tidak, jawabannya tetap sama: TIDAK. Bukan karena humble brag atau merendah untuk meninggi melainkan karena memang betul-betul tidak bisa. Lalu bagaimana saya bisa jadi desainer tanpa kemampuan menggambar? Entahlah, profesi yang satu itu seakan-akan begitu saja dirajahkan di garis tangan.
Namun, tidak bisa bukan berarti tidak suka. Meskipun sudah dua puluh tahun lebih “gantung buku sketsa” dan trauma menggambar karena sempat gagal UMSFRD (Ujian Masuk Fakultas Senirupa dan Desain) ITB, selalu terselip keinginan untuk kembali menggoreskan garis.
Kesempatan itu datang dua tahun lalu ketika saya dipertemukan dengan Rubbercube di BIAF (Baros International Animation Festival). Bagi Anda yang belum familiar, Rubbercube adalah design course yang berbasis di Bandung. Judulnya memang kursus desain, tapi sebetulnya lebih ke gambar sih. Di sini, kita bisa belajar design sketching, digital drawing, perspective, dan figure drawing.
Kebetulan saat itu Kang Prima, sang kepala suku, lagi jaga booth, jadi saya nanya-nanya langsung dan melihat portfolio lulusan-lulusannya. Saat itu pula saya mendaftar, tapi karena satu dan lain hal, kursus gambar yang sesungguhnya dimulai bulan Maret tahun ini, hanya beberapa minggu sebelum pandemi.
Memulai
Sejak kegagalan 20 tahun silam itu, saya selalu percaya bahwa SAYA TIDAK BISA MENGGAMBAR sehingga bahkan di pelajaran pertama saya ketakutan.
“Kang, kalau hasil gambar saya jelek, jangan dimarahin ya,” begitu kata saya pada Kang Prima yang hanya dijawab dengan tawa.
Untungnya, di Rubbercube kita tidak diajarkan how to seperticara menggambar buah atau cara menggambar manusia atau cara menggambar lainnya. Sebaliknya, di kelas design sketching kita diajari hal-hal fundamental, hal-hal dasar sehingga we can draw almost anything.*
*Syarat dan ketentuan berlaku
Kurikulumnya jelas dan runut. Sesuai dengan pola pikir saya yang kronologis. Setiap pertemuan kita akan diberikan PR yang jumlahnya gak kira-kira. Hahaha. Tapi, jujur saja, karena tugas-tugasnya yang nauzubillah buanyak, skill narik garis saya pun mengalami banyak peningkatan. Peningkatan menurut parameter saya ya. :D
Jadi memang benar, menggambar tak hanya perkara bakat, melainkan juga perkara latihan.
Sebagai referensi, di Rubbercube kita akan belajar garis, kontur, bayangan, tekstur, bentuk, perspektif, dll. Materi favorit saya adalah kontur dan tekstur, sedangkan materi yang menurut saya paling sulit adalah perspektif.
Tapi enggak usah khawatir, gurunya sabar kok. Kalau kita enggak ngerti, boleh banget nanya-nanya lagi dan akan dijelaskan sampai kita ngerti.
PR di week 1 dan 2. Narik garis aja masih ragu-ragu dan papareolan. :D
Mulai Berkarya
Dalam waktu lima minggu, kecemasan saya berangsur menghilang, berganti rasa percaya diri. Menggambar tak lagi menjadi momok menakutkan, melainkan berubah menjadi semacam terapi. Kegiatan yang mendatangkan kesenangan dan ketenangan.
Meskipun tekun (ehem), saya punya kebiasaan buruk: cepat bosan. Saya tidak sabar mengimplementasikan hasil belajar untuk menggambar benda-benda yang riil. Dimulai dari … buah dan bunga. :D
Nah, sempet takut dimarahin juga sih karena belum “lulus”. Kan suka ada tuh mentor yang tidak memperbolehkan anak didiknya bikin apa-apa kalau belum -katakanlah- menamatkan seluruh pelajaran. Tapi tidak begitu dengan Kang Prima. Saya diperbolehkan menggambar apa pun yang saya inginkan karena katanya, berkarya tuh enggak ada goal dalam arti tidak ada batasan.
So, ini hasil karya saya ketika mengimplementasikan pelajaran-pelajaran yang saya dapat dari Rubbercube:
Hasil gambar lainnya bisa Anda lihat di akun IG, di-follow juga boleh. *eh
https://www.instagram.com/p/CFzXQhBgFoY/?utm _source=ig_web_button_share_sheet
Memang tidak sempurna karena sempurna mah merek rokok (Sampoerna woy!). Tapi, sekali lagi, BERANI menggambar aja udah bagus.
Hobi Baru, Topik Blog Baru
Terus terang, sejak bekerja di bidang yang sesuai passion, saya sudah tidak lagi punya hobi. Tak punya kegiatan untuk coping mechanism saat depresi kambuh. Tak ada lagi sesuatu yang bisa saya lakukan dengan kumaha aing. Tak ada lagi kegiatan tanpa beban invoice cair. Juga tak ada lagi bahan untuk konten Instagram. *eh
Menggambar mengembalikan hobi yang sempat hilang. Sekarang hampir tiap hari menggambar. Lumayan untuk mengurangi kepenatan.
Nah, karena saya blogger dan well, you know, apa-apa dijadikan konten. Hahaha. Kegiatan menggambar ini akan ditulis juga di blog. So, saya ucapkan selamat datang pada kategori baru art & drawing .
Semoga dengan begini saya lebih rajin menulis dan semoga teman-teman semua tergoda juga untuk terus berkarya.
Sun jauh,
~eL
Langit Amaravati
Web developer, graphic designer, techno blogger.
Aktivis ngoding barbar yang punya love-hate relationship dengan JavaScript. Hobi mendengarkan lagu dangdut koplo dan lagu campursari. Jika tidak sedang ngoding dan melayout buku, biasanya Langit melukis, belajar bahasa pemrograman baru, atau meracau di Twitter.