08 August 2016

Kehidupan Seorang Freelancer: Mitos dan Fakta

Freelancer

Apakah saat ini Anda sedang dalam perjalanan meninggalkan pekerjaan tetap dan mulai mencari lowongan kerja freelance? Ataukah Anda adalah fresh graduate yang tergoda dengan kisah-kisah inspiratif tentang para pekerja lepas? Hold on, dude. Sudah punya bayangan bagaimana pekerjaan seorang freelance?

Bisa bekerja di mana saja, kapan saja, duduk di belakang meja dengan kostum kesayangan: celana pendek dan kaos gembel, atau duduk di kafe sambil menyesap secangkir cappucino dan mendengarkan musik, dan lain-lain, dan lain-lain. Mungkin itu yang Anda bayangkan tentang freelancer. Well, itu benar, meski tidak sepenuhnya benar.

Nah, sebelum Anda mulai, kita ngobrol-ngobrol dulu tentang mitos-mitos seputar dunia freelancer yang selama ini beredar.

Baca dulu: Cara Menjadi Freelancer


Mitos dan Fakta Seputar Freelancer

Ada banyak mitos yang beredar seputar freelancer. Mitos-mitos ini kerap menjadikan para “freelance pemula” atau yang baru terjun di bidang ini sedikit lengah sehingga kurang persiapan. Padahal, menjadi pekerja lepas pun pada dasarnya sama seperti pegawai biasa.

Berikut beberapa mitos tersebut:

1. Tempat Kursus

Banyak yang menganggap bahwa dunia freelancer adalah semacam tempat kursus sebelum terjun ke dunia kerja yang sebetulnya. Terbalik, kawan. Jika Anda pertama kali masuk ke sebuah perusahaan, Anda akan diberikan pelatihan, bukan? Di dunia freelancer, tidak ada perusahaan yang mau repot-repot melakukan coaching. Logikanya, ngapain meng-hire orang yang tidak punya basic _skills jika ada _freelancer lain yang lebih ready-to-use?

Jadi, jika ada perusahaan yang mengatakan, “Nggak apa-apa, kan bisa sambil belajar.” Jangan senang dulu, itu bukan berarti Anda bisa belajar dari nol, itu artinya Anda hanya perlu menyesuaikan dengan goal perusahaan.

Contoh kasus. Dulu, ada seorang teman yang ingin menjadi freelance content writer dan meminta saya mencarikan pekerjaan untuknya. Saya tanya apakah dia bisa menulis, ya minimal paham teknis penulisan dasar. Dia bilang tidak bisa.

Saya tanya lagi, berapa kecepatan mengetiknya. Dia bilang dia tidak begitu lancar mengetik. Pertanyaan ketiga, saya tanya apakah dia bisa mengoperasikan komputer dengan baik, minimal paham Ms. Office. You know what? Dia bahkan tidak bisa membuat nomor halaman.

Ketika saya meminta dia belajar dulu basic skills yang bisa dijual baru mencari pekerjaan, dia bilang, “Kan bisa sambil belajar, Chan.”

Yeah, right. Memiliki semangat belajar itu bagus, sangat bagus. Tapi mungkin, semangat belajar itu akan lebih bermanfaat untuk digunakan belajar basic skills _dulu sebelum jadi _freelancer.

Freelancer adalah tempat kursus = mitos.

Tip:

  • Ketika memutuskan untuk menjadi freelancer, sebaiknya Anda sudah siap dengan satu atau dua atau beberapa keahlian yang bisa dijual.
  • Cari jenis pekerjaan yang sesuai dengan keahlian Anda.

2. Jam Kerja

Iya, jam kerjanya fleksibel. Iya, Anda bisa bekerja kapanpun. But, mostly, yang dimaksud dengan fleksibel bukanlah dari rentang waktu pukul 9 pagi sampai 5 sore. Saking fleksibelnya, jam kerja freelancer di-mark up sampai 24 jam, persis seperti apotek atau kantor polisi.

Kenapa? Karena Anda tidak dibayar reguler seperti pekerja tetap. Anda hanya akan dibayar jika pekerjaan selesai. Ada juga yang dibayar per jam.

Contoh:
Di Grasindo, honor saya dihitung per 1 buku (layout, kover, ilustrasi, dan infografis). Biasanya saya diberi waktu 1 minggu untuk menyelesaikannya. Syukur-syukur layoutan bisa selesai dengan jam kerja 8 jam di siang hari. Jika tidak, saya harus siap-siap begadang sampai jam 3 pagi. Editornya kejam? No. It is my responsibility.

Tugas saya sebagai desainer grafis adalah menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu yang ditentukan. That’s the deal, nothing else.

Jam kerja fleksibel = fakta dengan syarat dan ketentuan berlaku.

Tip:

  • Jaga kesehatan. We never know kapan akan mendapat pekerjaan yang menuntut diselesaikan hingga bermalam-malam atau yang bisa diselesaikan hanya dalam beberapa jam.
  • Tentukan jam biologis Anda sendiri.

3. Santai

Bekerja dari rumah atau bekerja di belakang meja sambil dasteran tidak segaris lurus dengan kata santai. Since pekerjaan tidak selesai = tidak dibayar, artinya kita baru bisa santai kalau pekerjaan sudah selesai. Berbeda dengan pekerja tetap yang selangkah keluar dari kantor maka bisa menolak semua urusan pekerjaan, cara kerja freelance tidak seperti itu.

Kita, para freelancer dituntut untuk profesional, tak peduli dengan urusan-urusan personal. Di beberapa bidang, para freelancer justru lebih sibuk daripada pekerja tetap.

Kerja sambil main? Kerja di bidang yang dicintai? Apa pun labelnya, bekerja tetaplah bekerja, ada garis batas yang tidak bisa kita langgar begitu saja. Karena seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, di balik santainya seorang freelancer, ada kantung mata yang menghitam dan tidak tidur beberapa malam.

Entahlah, mungkin kisah indah yang Anda dengar hanya datang dari mereka yang masih tinggal dengan orang tua atau yang memiliki pasangan yang juga bekerja. Bukan dari seseorang yang hidup di atas kakinya sendiri.

Freelance bisa santai = mitos.

Tip:

  • Pandai-pandailah manajamen waktu kalau memang ingin santai.

4. Bebas

Yang dimaksud dengan bebas adalah bisa menanggalkan blazer dan high heels? Iya, saya setuju kalau soal itu. Tapi kalau yang dimaksud dengan bebas adalah tidak tunduk terhadap peraturan perusahaan, mungkin Anda harus kembali membuka kamus dan mencari arti kata profesional.

Banyak yang menganggap bahwa seorang freelancer boleh memiliki beberapa pekerjaan sekaligus. Iya, itu memang benar. Tapi, ada satu hal yang ingin saya ingatkan kepada Anda: tetaplah menjunjung tinggi kode etik.

Misalnya, saat ini Anda menjadi content writer dari sebuah marketplace. Di saat bersamaan, Anda diminta untuk menulis sponsored post untuk marketplace kompetitor. Kira-kira, akan Anda terima?

Tidak ada kontrak tertulis yang mengatakan Anda tidak boleh menerima sponsored post dari brand lain. Tapi saya akan menyarankan agar Anda tidak menerimanya karena alasan kode etik.

Freelancer bisa bebas = fakta dengan syarat dan ketentuan berlaku.

Tip:

  • Pekerjaan freelancer bukan hanya tentang uang, ini juga tentang dedikasi dan loyalitas.

5. Attitude

Jangan pernah berpikir bahwa hanya karena Anda freelancer maka Anda bebas bersikap, bebas memposting apa saja di media sosial, bebas mengeluh tentang beban dan perusahaan tempat Anda bekerja. Attitude adalah poin penting yang sering ditekankan oleh mentor-mentor saya karena menurut mereka (dan saya setuju dengan itu) attitude yang jelek bisa menghancurkan karier seorang freelancer paling berbakat sekalipun.

Apakah attitude berpengaruh terhadap performa seorang freelancer? Definitely, yes. Kalaupun perusahaan tempat Anda bekerja tidak melihat, akan ada PIC perusahaan lain yang melihat.

Freelancer bebas ber-attitude sakahayang = mitos.

Tip:

  • Kalau punya masalah dengan honor yang belum dibayar, tanyakan lewat jalur pribadi. Kecuali kalau ada kasus luar biasa yang perlu dibuka ke publik.
  • Hindari ngoceh tentang klien di sosial media.
  • Hindari mengeluh tentang pekerjaan di sosial media.

6. Murah

“Ah da aku mah apa atuh, ada yang sayang ngasih kerjaan aja udah syukur. Seridonya aja bayarannya mah.”

Tarif seridonya tidak menjadi masalah jika Anda baru memulai di field baru (dengan catatan sudah punya basic skills), tapi akan menjadi masalah jika sikap seperti ini terus-menerus dilakukan karena kata seridonya kerap kali diartikan sebagai Anda bersedia dibayar murah. Ini juga akan menjadi masalah jika Anda bersedia dibayar di bawah tarif rata-rata.

Misalnya, tarif minimal layout adalah Rp3.500/halaman jadi. Saya tidak akan mau dibayar kurang dari itu karena jika saya melakukannya, itu artinya saya mencederai harga diri para desainer di seluruh Indonesia. *halah

Berbeda halnya dengan di bidang yang baru saya geluti. Misalnya, sponsored post . Saya tahu tarif minimal yang berlaku di kalangan blogger, tapi terus terang saya tidak tahu berapa value blog saya. Maka, biasanya saya meminta penawaran terlebih dahulu kepada brand . Jika sama atau lebih besar dari tarif minimal dan temanya sesuai dengan blog, maka akan saya terima. Jika fee-nya di bawah tarif minimal, tidak akan saya terima. Wuidih, katanya pemula, tapi banyak gaya.

Tip:

  • Hargai setiap tenaga yang Anda keluarkan.

Baca juga: Cara Menentukan Ratecard untuk Bloger

7. Serba Bisa

Pernah mengenal seseorang yang bisa melakukan segala macam? Pernah mengenal seseorang yang nulis bagus, desain bagus, bisa mendesain web, paham koding, bisa dandan, bisa fotografi, dan sejuta keahlian lain? Mungkin ada, tapi kalau Anda berpikir orang itu bisa menjadi freelancer di segala bidang, sepertinya itu agak berlebihan.

Yang seru jadi manusia adalah karena kita punya kelebihan juga kekurangan, bukan? Ini bukan masalah karena Anda jago di segala bidang lalu Anda bisa meng-handle semua pekerjaan yang ditawarkan.

Tip:

  • Saran saya, miliki beberapa basic skills tapi pilihlah jenis main skills karena menjadi ahli di satu bidang lebih baik daripada bisa semua bidang tapi setengah-setengah.

Saya tahu, postingan ini mungkin terkesan menakut-nakuti. But believe me, saya sedih sekaligus sudah lelah mengahadapi para pemimpi yang hanya mau kerja enak tapi tidak punya bekal dan tidak mau bekerja keras. Sebuah mimpi dibangun di atas pondasi, kawan. Bukan hanya di atas mitos. Kisah sukses para freelancer yang Anda dengar saat ini hanyalah permukaan gunung es, you never know seberapa keras mereka berusaha sebelum itu.

Salam,
~eL

S H A R E:

Langit Amaravati

Langit Amaravati

Web developer, graphic designer, techno blogger.

Aktivis ngoding barbar yang punya love-hate relationship dengan JavaScript. Hobi mendengarkan lagu dangdut koplo dan lagu campursari. Jika tidak sedang ngoding dan melayout buku, biasanya Langit melukis, belajar bahasa pemrograman baru, atau meracau di Twitter.

Komentar