Bila kita belajar di sekolah atau kuliah, kita akan diberi berbagai macam tes untuk menguji pemahaman, tetapi tidak begitu jika kita belajar coding secara autodidak . Satu-satunya yang bisa menguji adalah real project dan diri kita sendiri. Untuk itulah saya menjajal Frontend Mentor, untuk menguji pemahaman saya tentang coding sekaligus hiburan. (Hiburan kok, ngoding. Dasar orang aneh!)
Untuk yang belum familiar, Frontend Mentor adalah sebuah platform berisi berbagai challenge untuk menguji coding skill kita di ranah front-end. Tantangannya dibagi dalam 5 tingkat kesulitan: newbie, junior, Intermediate, advanced, dan guru.
Ada tantangan yang gratis, ada juga yang premium (berbayar). Saya sendiri masih pakai yang gratis karena yang gratis pun tantangannya enggak habis-habis. *lap keringet
Setiap kali ikut tantangan, kita akan diberi brief dan assets. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa coba sendiri.
Hal-Hal yang Saya Pelajari
Meskipun kita diberi petunjuk tentang bahasa pemrograman atau framework yang digunakan, tetapi pada dasarnya kita diberi kebebasan untuk melatih apa pun yang ingin kita latih. Misalnya, di tantangan Shortly URL, kita diminta membuat landing page web URL shortener menggunakan public API.
Saya sekalian melatih dan mencoba CSS framework Bulma, belajar metodologi BEM, ngalancarkeun JavaScript, dan bikin cerpen di Github.
Di tantangan lain, saya belajar membuat berbagai elemen TANPA CSS FRAMEWORK. Anda yang terbiasa menggunakan Bootstrap atau Tailwind pasti tahu jika misalnya untuk membuat accordion, kita hanya perlu satu class Bootstrap. Tapi, coba, deh, buat sendiri menggunakan CSS dan vanilla Javascript. Ngesang, anjir! :D
Three Out of Ten
Dari 10 challenge yang diambil, baru 3 yang bisa saya selesaikan. Beberapa lagi sudah dikerjakan tapi belum di-deploy ke Github karena masih ada beberapa bug.
“Ada target tertentu? Misalnya harus bisa menyelesaikan sekian tantangan dalam sebulan.”
Tidak ada.
Saya memang aktivis ngoding santuy. Sebab bagi saya, belajar adalah proses dan progres . Waktu tidaklah penting. Hal yang paling penting adalah bahwa di setiap tantangan saya bisa menguji pemahaman sekaligus belajar hal-hal baru.
Misalnya, saya merasa bahwa jQuery adalah library yang cukup powerfull. Tetapi seperti kata dosen favorit kita, Pak Dhika, menggunakan vanilla JavaScript lebih disarankan.
Hal lain yang saya pelajari adalah benar-benar mengimplementasikan semantic HTML, accessibility, dan eksplorasi properti-properti CSS baru.
“HTML? Bukankah itu dasar banget?”
Memang. Tetapi berapa banyak dari para programmer yang betul-betul paham dan PEDULI dengan ini? Padahal, semantic adalah sesuatu yang fundamental.
Begitulah, menjajal Frontend Mentor ibarat ruang ujian dan latihan. Banyak hal yang bisa kita asah. Barangkali beberapa challenge yang cukup menantang akan saya tulis di blog ini. Kita lihat saja nanti. (eL)
Langit Amaravati
Web developer, graphic designer, techno blogger.
Aktivis ngoding barbar yang punya love-hate relationship dengan JavaScript. Hobi mendengarkan lagu dangdut koplo dan lagu campursari. Jika tidak sedang ngoding dan melayout buku, biasanya Langit melukis, belajar bahasa pemrograman baru, atau meracau di Twitter.