Saya masih ingat ketika pertama kali membuat blog di Blogspot awal 2009 silam. Sebagai penulis yang terbiasa (juga karena keterbatasan sumber daya) merajahkan kata-kata di atas carikan kertas, memiliki blog ibarat memiliki sebuah kanvas digital: ruang tak terbatas tempat saya bisa menulis apa saja dan bisa dibaca oleh siapa saja. Saking rajinnya, hampir tiap hari menulis di blog. Entah itu puisi, cerpen, atau sekadar catatan sehari-hari.
Saya juga masih ingat ketika migrasi dari Blogspot ke WordPress self-hosted pada tahun 2015 lalu. Selam 6 tahun bergelut dengan Blogspot dan segala keterbatasannya, pindah ke WordPress ibarat pindah ke rumah tipe 120 plus kolam renang. Saya bebas bereksplorasi, bebas membuat berbagai halaman, dan siapa yang sangka, migrasi itu membawa saya menjadi WordPress theme developer.
Namun, petualangan saya memaknai kanvas digital tak berhenti sampai di situ.
Pada akhirnya saya harus mengucapkan selamat tinggal pada platform yang satu ini dan memulai petualangan baru: Laravel.
Ya, web ini dan seluruh isinya akan dimigrasi ke Laravel.
Kenapa Memilih Meninggalkan WordPress?
Jawabannya sederhana, karena WordPress sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan web saya.
Tolong jangan salah sangka. WordPress adalah CMS yang powerful. Bisa untuk “sekadar” membuat blog sampai situs web online shop. Tetapi, tak ada satu pun CMS atau bahasa pemrograman di muka Bumi ini yang tidak memiliki keterbatasan, begitu juga dengan WordPress.
Blog ini akan dikembangkan menjadi website yang utuh dalam arti bukan hanya blog. Isinya akan ada portfolio, online shop, dan segala macam yang dibutuhkan untuk mengembangkan sayap (((sayap))) saya sebagai freelancer.
Maka agar petualangan tetap berlanjut, saya memilih untuk pindah.
Kenapa Memilih Laravel?
“Kenapa Laravel? Kenapa bukan bahasa pemrograman atau framework lain?”
Untuk yang satu ini, jawabannya juga cukup sederhana dan agak minta digampar: karena saya suka logonya yang berwarna merah.
Well, kalau mau alasan yang lebih nyakola, berikut alasan saya memilih Laravel:
- Saya sudah familiar dengan PHP sehingga menggunakan Laravel akan jauh lebih mudah dibanding menggunakan framework dari bahasa pemrograman lain.
- Sekaligus belajar arsitektur MVC-nya PHP.
- Sedang memantaskan diri menjadi full-stack developer.
- PHP dan Laravel memang kompatibel untuk web dan banyak digunakan oleh para developer di seluruh dunia sehingga lebih mudah mencari “contekan” kalau ada apa-apa. *Halo Stack Overflow
“Kalau hanya untuk blog, Laravel akan overkill. Kenapa enggak pakai SSG aja?”
Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, isinya tak hanya blog. Lagi pula, saya sudah punya blog lain yang menggunakan SSG Hugo dan -sekali lagi- web ini tidak bisa menggunakan Static Site Generator atau CMS lain.
Setelah Ini Apa?
Entahlah.
Mungkin suatu hari akan mulai belajar React, Golang, Java, atau Typescript. Yang jelas saya masih akan bergelut di WordPress meski tidak sebagai pengguna melainkan sebagai WordPress theme developer dan *ehem* WordPress core contributor.
Ngomong-ngomong, prosesnya sendiri sudah dimulai sejak 27 Agustus 2021 meski karena satu dan lain hal, sampai hari ini pun belum selesai.
Semoga saja punya cukup waktu dan tenaga untuk mendokumentasikannya di blog ini juga. Tentu saja bukan sebagai tutorial, melainkan sebagai catatan perjalanan.
Begitulah, migrasi dari WordPress ke Laravel ini merupakan langkah keluar dari zona nyaman. Jujur, saya belum tahu apa-apa tentang Laravel dan tidak yakin apakah akan sanggup belajar dalam waktu cepat. Tapi, kita tidak akan tahu kalau tidak dicoba, bukan? (eL)
Langit Amaravati
Web developer, graphic designer, techno blogger.
Aktivis ngoding barbar yang punya love-hate relationship dengan JavaScript. Hobi mendengarkan lagu dangdut koplo dan lagu campursari. Jika tidak sedang ngoding dan melayout buku, biasanya Langit melukis, belajar bahasa pemrograman baru, atau meracau di Twitter.