Ya, apa yang akan terjadi pada blog ini bila saya mati? Mungkin bertahun kemudian, tahun depan, bulan depan, atau bisa jadi saya mati besok.
Sebagai penulis sekaligus bloger, barangkali pertanyaan yang sama pernah terlintas di benak Anda. Lalu, bagaimana jawaban Anda?
Lalu, apa jawaban saya?
Jawaban saya kali ini sedikit berbeda jika dibandingkan bertahun lalu. Kali ini saya akan menjawab: IKUT MATI.
Blog ini akan menemui ajal seperti seharusnya. Saat domain dan hostignya tak lagi diperpanjang karena si empunya sudah dikubur, blog ini juga akan ikut terkubur. Beserta seluruh konten di dalamnya.
“Kenapa tidak memakai subdomain WordPress atau Blogspot agar blognya tetap ada?”
Untuk apa?
Manusia terlalu sibuk mengejar konsep keabadian, konsep yang menurut saya enggak penting-penting amat.
“Tetapi, Teh. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang.”
Pertama, kita sedang membicarakan sebuah platform, tulisan-tulisan di blog yang isinya tidak memberi sumbangsih pada peradaban umat manusia. Kedua, kita sedang membicarakan saya, manusia biasa yang akan dilupakan. Miliaran orang lain bahkan tidak tahu bahwa saya pernah ada di dunia.
Jadi, ya biarlah ….
Sekali Berarti Sudah Itu Mati
Sekali berarti sudah itu mati, kata Chairil.
Jika saya ingin menjadi manusia yang berarti, saya akan melakukannya sekarang, ketika masih hidup. Sedangkan bila saya mati suatu hari nanti, saya tak perlu mencemaskan dunia yang bangsat ini.
Sekali lagi, saya tidak perlu dan tidak ingin mengejar konsep keabadian.
Maka jika saat itu tiba, jika saya dan blog ini sudah tak ada lagi di dunia, lupakanlah saya lalu lanjutkan hidup Anda. (eL)
Langit Amaravati
Web developer, graphic designer, techno blogger.
Aktivis ngoding barbar yang punya love-hate relationship dengan JavaScript. Hobi mendengarkan lagu dangdut koplo dan lagu campursari. Jika tidak sedang ngoding dan melayout buku, biasanya Langit melukis, belajar bahasa pemrograman baru, atau meracau di Twitter.