Saya yakin bahwa semua blogger memiliki kebijakan tersendiri mengenai cara memperlakukan dirinya dan blog yang dikelola. Saya tidak ingin mengatakan bahwa yang begini salah sedangkan yang begitu benar. Sebab menjebak diri dalam dikotomi salah dan benar tidak akan membawa kita ke mana-mana.
Sebelumnya, saya ingin mengajak Anda kembali menelaah pengertian blog dan blogger.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa blog adalah web berisi catatan pribadi, yang dibagikan adalah hal-hal pribadi. Kalau isinya melulu berita dan reportase, itu namanya media online. Kalau isinya melulu iklan, itu namanya e-commerce. Kalau isinya melulu placement article, itu namanya … saya tidak tahu, mungkin namanya blog kos-kosan.
Tapi tunggu dulu, beberapa tahun terakhir pengertian itu telah bergeser. Pada praktiknya blog dan blogger menjadi frontline media marketing. Ini dekade digital, brand lebih suka memasang iklan di blog dan mengundang blogger ketika mengadakan event daripada mengundang wartawan betulan.
Kita tidak bisa menutup mata terhadap kesempatan-kesempatan ini, bukan? Naif kalau kita mengatakan, “Saya cuma mau ngeblog dan berbagi dengan pembaca, tidak mau dibayar atau menjadi blog kos-kosan.”
Bohooonggg. Siapa sih yang tidak ngiler ketika melihat blogger pamer gadget hadiah doorprize dari event-event blogger? Siapa sih yang tidak tergoda untuk banting stir dari penulis media militan ke blogger yang bayarannya lebih mahal? Siapa sih yang tidak terketuk hatinya ketika melihat blogger pamer kemenangan di lomba blog yang jumlahnya berkali-kali lipat dari honor cerpen Kompas?
Well, mungkin ada, tapi tidak banyak.
Pertanyaannya adalah: sampai di mana kita menetapkan batasan-batasan agar blog kita tidak tergerus atau berakhir menjadi media online. Sampai di mana kita tahan untuk tidak (sorry) melacurkan diri?
Event-Event Blogger, Yay or Nay?
Kita realistis saja lah. Untuk datang ke event blogger itu perlu biaya, Mas, Mbak. Selain itu, kita juga perlu mengerahkan berbagai macam sumber daya. Waktu, tenaga, pengetahuan, dan lain-lain. Kalau benefit yang kita dapatkan tidak seimbang, untuk apa?
Maka, ada beberapa hal yang saya pertimbangkan sebelum datang ke event blogger.
1. Tema
Anda tahu Ulul atau Nurul Wachdiyyah? Blogger Bandung sekaligus teman satu angkatan saya di Fun Blogging. Ulul berani menolak datang ke event blogger dengan alasan, “Maaf, temanya tidak cocok dengan blog saya.”
Blogger-blogger “berdedikasi” beginilah yang kita perlukan. Contoh, saya diundang ke peluncuran eyeshadow terbaru dari brand A. Datang enggak? Enggak. Alasannya? Pertama, karena saya tidak bisa memakai _eyeshadow dan enggak ngerti sama sekali soal begituan, kasihan _brand-nya kalau justru mendapat hasil liputan atau review dari blogger yang tidak ahli seperti saya. Toh, ada blogger lain yang lebih kapabel. Kedua, saya enggak pakai eyeshadow. Produknya tidak akan bermanfaat buat saya.
Contoh lagi: saya diundang ke event/campaign skincare. Pasti datang. Pertama karena skincare adalah hak semua bangsa. Kedua, karena saya memang pakai.
Oke, satu contoh lagi. Blog saya yang ini akhirnya lebih banyak membahas teknologi. Artinya berhubungan dengan ribuan launching smartphone terbaru, provider, aplikasi, dan perangkat teknologi lain. Saya akan datang apabila diundang atau mengajukan diri karena temanya sesuai. Tapi … ada faktor lain juga yang saya pertimbangkan.
2. Kode Etik
Ini sengaja saya tempatkan di urutan kedua karena (sorry to say) saya sendiri masih banyak melihat blogger yang hari ini ngetwit tentang provider A, besoknya ngetwit provider C. Saaayyy, itu namanya face to face, Saaayyy. Cari masalah sama brand.
Seperti yang saya ceritakan di atas, meski blog saya yang ini lebih banyak membahas teknologi (ini gara-gara sering ikut lomba gadget ini), saya tidak akan datang ke event yang diadakan oleh provider kompetitor.
Ini saya kasih bocoran saja, ya. Sebelum meng-hire blogger atau buzzer untuk kerja sama, brand juga memperhatikan media sosial kita. Jadi kalau misalnya Anda kerap datang ke event blogger yang diadakan provider A tapi tidak pernah di-hire jadi buzzer betulan, coba ingat-ingat, berapa banyak provider lain yang pernah Anda twitkan?
Bahkan untuk lomba pun saya hati-hati, kok. Misalnya, ada 2 lomba dari brand smartphone berbeda tapi mengedepankan fitur yang nyaris sama. Bisa dipastikan saya hanya memilih salah satunya. Sebesar apa pun hadiahnya.
Contoh lain, pernah ada 2 lomba yang diadakan 2 e-commerce dengan deadline hanya selang beberapa hari. Saya tergoda untuk ikut kedua-duanya. Tapi bedebahlah saya jika berani-beraninya ikut dua-duanya. Jadi saya cuma ikut salah satunya. Hasilnya? Juara I, dong. *lambai-lambai hadiah kamera
Buzzer & Etika yang Terjun Bebas
Beberapa hari lalu, dunia blogger dihebohkan oleh seorang buzzer sekaligus blogger yang sedang campaign provider A. Sialnya, si buzzer membandingkan …
Baca Selengkapnya3. Benefit
Sebelum memutuskan datang ke event blogger, saya harus mempertimbagkan benefit atau keuntungan yang akan saya dapat. Seperti kata Teh Ani, benefit itu bukan hanya berupa materi. Bisa saja berupa ilmu, teman baru, jaringan, atau membuka pintu baru. Ini akan saya bahas di subbab lain.
Sayangnya takaran benefit ini relatif cenderung absurd. Ada blogger yang nongol terus di setiap event dengan alasan untuk membuka kesempatan baru. Tapi lupa bahwa kesempatan yang dicari harus dibayar dengan banyak sekali sumber daya.
Tekun itu boleh, tapi sayangilah diri sendiri. Lagi pula, networking macam apa yang akan didapat kalau ketemunya dengan blogger yang itu-itu saja? Jadi, kalau tidak ada “keuntungan” sebagai timbal balik, sudah dipastikan saya tidak akan datang.
4. Lokasi
Jakarta-Bandung itu cuma 3 jam naik kereta. Saya bisa saja datang ke setiap event blogger yang ada di sana demi kesempatan. Tapi tidak, demi keseimbangan profesi saya yang lain dan kehidupan pribadi saya yang terancam berantakan, saya harus menahan diri.
Jangankan Jakarta atau kota lain, di Bandung saja saya masih mikir-mikir, kok. Kalau event bloggernya berada di lokasi yang susah diakses atau jauh sekali dari Cimahi, biasanya saya skip. Saya tidak mau menua di jalan raya.
5. Waktu
Jadwal harian saya padat merayap. Saya punya banyak kegiatan lain selain datang ke event blogger. Jadi kalau saya datang itu artinya acaranya penting sekali atau saya memang punya waktu.
To be honest, sejak profesi saya bertambah dengan blogger profesional *eheum, kehidupan pribadi saya kacau-balau. Saya tidak punya waktu bahkan untuk diri saya sendiri.
Saya mau sih ngajak-ngajak anak ke event blogger agar sekalian ngasuh. Tapi nggak bisa karena dipikir-pikir, itu artinya saya merampok waktu mereka. Mereka berhak mendapatkan waktu yang berkualitas dengan bundanya yang seksi ini tanpa harus diganggu dengan livetweet.
6. Cost
Ini berhubungan dengan benefit. Jadi waktu ngobrol-ngobrol asyik dengan Mak Winda beberapa hari lalu, beliaunya mengatakan bahwa untuk datang ke Jakarta dibutuhkan ongkos taksi sebesar 500 ribu bolak-balik. What? Pikir saya.
Tapi memang iya sih. Untuk datang ke event blogger di Bandung saja, minimal 50 ribu mah keluar da. Kalau tidak ada benefit tanda kutip yang bisa saya dapat, ngapain saya datang? Mendingan uangnya dibelikan susu Aksa.
Masih banyak lho brand yang zalim sama blogger. Ngundang blogger dari luar kota segala tapi tidak diberi ongkos, cuma dikasih makan siang itu pun nasi kotak. Yakali travel bisa dibayar pake review.
Jangan menyamakan diri dengan jurnalis, dong. Jurnalis atau wartawan itu sudah dibayar oleh kantor, lha blogger dibayar ama siapa? Gudibeg? Say, saya nggak bilang kalau blogger itu harus mata duitan, tapi realistis sedikit lah. Anda tahu berapa tarif iklan di media cetak dan online? Satu juta sampai ratusan juta. Berapa banyak artikel di Internet yang akan didapat brand ketika mengundang blogger? Puluhan. Dan gratis. Nggak adil.
Kalau kata saya sih, ini juga cara para blogger mengedukasi brand. You’ll do your efforts, I’ll do my efforts. Itu aja sih.
“Tapi kan ini untuk mencari kesempatan, Teh. Saya blogger pemula yang sedang membuka networking, keluar modal dikit nggak apa-apa.”
Ya terserahlah. Asal jangan sering-sering. Situ sendiri yang menentukan level situ di mana, bukan saya.
Benefit vs Cost
Saya blogger pemula, pengalaman saya di bidang ini hanya seujung kuku jika dibandingkan dengan mereka-mereka yang lebih senior. Saya juga sudah sering mendengar kisah-kisah heroik tentang loyalitas. Kisah-kisah heroik tentang blogger yang akhirnya dibayar puluhan juta rupiah. Tapi kita lupa satu hal: mereka yang loyal itu artinya loyal kepada satu brand, bukan yang hari ini ngetwit satu brand besoknya ngetwit kompetitornya.
Nah, ngomong-ngomong soal benefit dan cost, kadang kita harus tetap datang ke event blogger meskipun misalnya tidak mendapatkan benefit berupa materi. Sebagai mamah muda yang setiap kali mengeluarkan uang selalu membandingkan dengan harga susu, saya punya beberapa tip agar fardu kalaku sunnah kalampah, kalau kata urang Sunda mah.
A. Cost atau Biaya yang Perlu Dikeluarkan
Semacam tips hemat:
1. Transportasi di Dalam Kota
Pilih moda transportasi dan bandingkan ongkosnya. Misalnya, kalau lokasi acara bisa diakses dengan satu atau dua kali naik angkot atau bus, saya biasanya memilih bus atau angkot. Kalau untuk datang ke lokasi saya harus turun naik 3 angkot yang ongkosnya lumayan, saya biasanya naik ojek online.
Kalau ada teman, biasanya saya mengajak barengan supaya bisa share ongkos taksi. Kalau ada teman yang membawa kendaraan, lebih baik nebeng. #eh
2. Ongkos ke Luar Kota
Kadang, ada beberapa event di luar kota yang PERLU saya hadiri. Biasanya saya akan memilih moda transportasi paling murah, paling nyaman, paling cepat, dan paling dekat ke lokasi acara.
Misalnya, ada event di Slipi, saya tidak mungkin naik kereta api ke Gambir. Lebih baik naik Baraya Travel langsung ke Slipi. Karena ongkos kereta itu 120 ribu sedangkan travel hanya 85 ribu, lebih dekat pula dengan lokasi.
3. Konsumsi
Saya tidak rempong kalau urusan makan. Ngafe-ngafe asyik, ayo. Makan di restoran, ayo. Makan di kaki lima pun mari. Tapi ada term & condition-nya. Bujet saya hanya 100 ribu, lebih dari itu artinya akan dikurangi dari pos pengeluaran lainnya.
Saya juga tidak pernah peduli apakah di sebuah event blogger saya diberi makan atau tidak. Asal amplopnya bisa mengkover biaya ngafe. #eh
Oke, begini. Biasanya saya makan dulu di rumah. Saya juga jarang jajan kecuali ngopi.
4. Akomodasi
Biasanya ini untuk event-event di luar kota. Sebetulnya, saya lebih memilih untuk tidur di Sevel daripada menginap di rumah sesama blogger. Karena apa? Takut mengganggu. Apalagi kebanyakan blogger perempuan kan sudah berumah tangga, punya suami, punya anak.
Saya merokok, sebisa mungkin tidak menginap di rumah blogger yang punya anak. Kalau menginap di blogger yang single pun harus pikir-pikir dulu, takutnya yang bersangkutan tidak tahan asap rokok.
Belum, saya belum mempertimbangkan untuk menginap di rumah blogger laki-laki, entah kenapa. Yakali mau digorok si Akang. Hahaha.
Well, kalau ada event blogger di luar kota, sebisa mungkin saya berangkat pagi dan pulang hari itu juga. Kalau harus menginap, saya harus memastikan bahwa keberadaan saya tidak merepotkan. Kalau ada bujet untuk menginap di hotel, ya menginap di hotel. Pun, kalau menginap di hotel saya akan membawa pekerjaan lain dari rumah agar waktu saya tidak terbuang percuma.
B. Benefit atau Keuntungan yang Bisa Saya Dapat
Jika saya harus hadir ke event blogger dengan cost besar, saya harus memastikan akan ada benefit yang saya dapatkan. Tentu saja bukan cuma materi da rezeki mah sudah diatur sama Tuhan atuh, aikamu.
Ada beberapa bentuk benefit yang saya pertimbangkan:
1. Ilmu
Setiap event blogger menjanjikan ilmu baru, saya akui itu. Tapi saya juga harus pandai menetapkan skala prioritas. Saya juga harus pandai menetapkan ilmu yang tepat bagi saya dan blog saya.
Misalnya, event blogger tentang cara menanam padi organik. Iya, saya peduli lingkungan dan lebih senang mengonsumsi bahan-bahan organik, tapi saya tidak butuh ilmu cara menanam padi. Itu mah bagiannya Evrina Budiastuti.
_
“Tapi kan ilmu, Teh. Belajar mah apa aja atuh.”_
Ya tapi saya tidak harus datang dan mengeluarkan biaya besar untuk ilmu yang bisa saja saya dapatkan di Internet. Lagi pula, ini bukan ilmu praktis. Saya tidak mungkin menanam padi di halaman kosan, kan? Get real aja sih.
Contoh lain, kelas-kelas advanced blogger itu datangable banget. Di luar kota sih dan saya harus mengeluarkan bujet untuk datang ke sana. Tapi ya ilmunya itu lho. Sayang kemarin sempat gagal datang karena Aksa baru saja keluar dari rumah sakit.
Atau teman-teman tahu bahwa Fun Blogging selalu mengadakan event secara berkala? Ini datangable juga. Ilmu yang didapatkan sudah terbukti membuka banyak pintu baru. Percaya deh sama saya. (Paragraf ini mengandung unsur iklan terselubung)
2. Rekreasi
Blogger juga kadang butuh hiburan, gaes. Contohnya, blogger gathering ke Tahura yang diadakan Teh Ani beberapa bulan lalu. Well, saya sih tidak mengeluarkan cost besar, yang mengeluarkan cost besar mah teman-teman yang datang dari luar kota.
Ini bukan acara yang diadakan oleh brand, tidak ada gudibeg, tidak ada biaya pengganti transportasi dan akomodasi. Tapi kenapa worth it? Karena halan-halan ke gunung dengan udara yang masih bersih itu pantas dilakukan. Duduk 12 jam lebih di depan laptop akan membuat kita cepat mati muda, sekali-kali olah raga lah.
Jadi ya gitu, kalau ada acara yang beneran rekreasi tanpa harus livetweet segala, saya sih mau-mau saja datang.
3. Silaturahmi
Waktu datang ke Jakarta bulan Desember tahun lalu, saya harus mengeluarkan ongkos sendiri. Tapi kok saya datang? Karena dua alasan: satu, karena saya sedang melakukan pencarian. Kedua, karena itu satu-satunya kesempatan saya bisa bertemu blogger dari Jakarta, Bekasi, dan sekitarnya.
Silaturahmi ini juga harus dibatasi kalau menurut saya. Maksudnya, saya tidak bisa bela-belain datang terus ke setiap event dan harus mengeluarkan cost besar hanya untuk silaturahmi. Pertama, karena ketemunya dengan orang yang itu-itu aja. Kedua, takut cinta lokasi kalau terlalu sering ketemuan.*eh
4. Berbagi
Pelatihan infografis saya kira termasuk event blogger. Sebetulnya ini tidak sengaja, waktu itu Evrina, Teh Anne, dan saya sahut-sahutan di Twitter. Membahas tentang kelas infografis, jadilah diadakan sebuah kelas dengan saya sebagai bintang tamu. Hahaha.
Mmmhhh … terus terang, saya tidak suka mengajar, dengan atau tanpa bayaran. Ngajar cerpen saja yang jelas-jelas dibayar saja saya udah nggak mau, kok. Apatah lagi grafis, di luar kota, saya bukan ahli pula. Tapi, kok saya mau? Ya karena ingin berbagi, sekadar membukakan pintu pengetahuan untuk teman-teman sesama blogger.
Sebelum ada obrolan soal “ganti ongkos”, saya sudah menyediakan bujet untuk ongkos ke Tangerang. Waktu itu eV pernah nanya, “Chan, fee kamu berapa?” Saya bilang fee saya gratis, kalian tidak akan sanggup bayar saya. Hahaha.
Tapi atas inisiatif mereka, akhirnya dibuat kesepakatan tentang iuran, itung-itung barter ilmu. Tuhan emang maha baik sama blogger salehah. Beneran, deh.
5. Networking
Jaringan ini bisa berupa dengan sesama blogger atau dengan brand. Networking juga ada term and condition-nya kalau menurut saya. Hadir di event blogger brand yang meng-hire saya jadi buzzer atau sponsored post atau yang memiliki kans besar, itu namanya networking. Hadir di setiap event dengan alasan networking itu namanya buang-buang waktu.
Untuk membangun networking ini saya lebih suka memilih satu atau dua kali pertemuan, selebihnya melakukan pendekatan secara pribadi. Pendekatan pribadi ini maksudnya melalui postingan atau komunikasi yang lebih intens. Percaya, deh. Saya lebih jago urusan mendapatkan dan menjaga networking jika dilakukan di media sosial daripada ketika ketemuan.
Well, blogging ini adalah fenomena yang menarik untuk dikaji. Pun dengan karakteristik para blogger. Sejak dulu, sejak terjun ke dunia kepenulisan, saya belajar banyak tentang bagaimana menempatkan diri menjadi perahu kokoh yang mengapung dan punya kendali sendiri, bukan hanya menjadi gelondongan kayu yang terseret arus lalu tenggelam.
Ada berapa ribu blogger di Indonesia? Menempatkan diri hanya sebagai event cheerleader dalam mata rantai dunia marketing digital hanya akan menjadikan kita remah-remah yang mudah sekali ditepiskan.
Saya tahu, datang ke berbagai event blogger adalah hak preogratif Anda. Tapi coba pikirkan, mau sampai kapan Anda punya tenaga? Sorry to say, Anda yang setiap minggu menulis reportase event ada saja yang lupa untuk meningkatkan kualitas tulisan, bahkan lupa untuk belajar ejaan. Anda bahkan lupa cara menulis sambil bersenang-senang.
Anda bukan wartawan yang dibayar kantor untuk menuliskan laporan kegiatan. Anda dan saya adalah blogger, digital enterpreneur. Sudah saatnya kita mengedukasi brand. Sudah saatnya kita mengedukasi diri sendiri untuk meningkatkan kualitas, dedikasi, dan loyalitas. Materi itu kompensasi akhir, akan datang kepada mereka yang memang PANTAS.
Tapi, yang terpenting dari artikel minta digampar ini, saya ingin mengingatkan diri saya sendiri dan Anda bahwa kita adalah penulis. Dan penulis yang baik akan tetap menjaga kualitas tulisannya.
Akhir kata, bersatulah blogger-blogger Indonesia! #eh
Salam,
~eL
Semacam tanggapan dari Daeng Ipul: Saya Blogger dan Saya Menulis tentang Langit
Langit Amaravati
Web developer, graphic designer, techno blogger.
Aktivis ngoding barbar yang punya love-hate relationship dengan JavaScript. Hobi mendengarkan lagu dangdut koplo dan lagu campursari. Jika tidak sedang ngoding dan melayout buku, biasanya Langit melukis, belajar bahasa pemrograman baru, atau meracau di Twitter.