14 November 2021

Memangnya Kenapa Kalau Perempuan Ngoding?

Coding
Memangnya kenapa kalau perempuan ngoding?
Foto: Langit Amaravati

Diakui atau tidak, dunia memang bukan tempat yang ramah untuk manusia berjenis kelamin perempuan. Di banyak profesi, perempuan kerap dianggap sebagai manusia “kasta kedua”. Kalau tidak direndahkan, ya diglorifikasi. Hal yang sama juga terjadi di dunia web programming. Bahkan perusahaan raksasa sekelas Google dan Automattic (WordPress) merasa perlu untuk membuat “lini” khusus perempuan, hal yang membuat saya tersinggung alih-alih tersanjung.

“Belajar ngoding? Emang bisa? Kamu kan perempuan.”

“Wah keren, perempuan jadi web developer.”

Kedua kalimat di atas dan sejenisnya sering kita dengar. Satu penghinaan, satu lagi sanjungan. Keduanya sama buruknya menurut saya.

Maksud saya begini, ngoding memang bukan untuk semua orang. Walaupun profesi programmer/developer sedang hangat-hangatnya sepuluh tahun belakangan, tapi tidak semua orang mau dan/atau mampu menjadi programmer. Meskipun begitu, programmer bukanlah profesi ekslusif untuk laki-laki.

Setiap orang, lelaki maupun perempuan, bisa jadi programmer.

“Berarti bagus dong kalau ada program-program ngoding untuk perempuan?”

Justru di situ letak masalahnya.

Saya mengerti bahwa tujuan mereka mulia. Tapi program-program seperti itu hanya menegaskan bahwa profesi ini adalah hegemoni lelaki sehingga perlu dibuat ruang khusus untuk perempuan. Sama seperti gerbong perempuan. Sama seperti kuota perempuan. Sama seperti program lain yang menjadikan perempuan hanya sebagai objek pengganjal kaki meja.

Saya juga mengerti bahwa perempuan punya hambatan khusus untuk berkarier di bidang ini. Well, sebetulnya perempuan punya hambatan khusus untuk berkarier di bidang apa pun. Namun, kami bukan objek dalam etalase. Jadi tidak perlulah ngebacot, “Harus lebih banyak perempuan yang ngoding,” atau “Kami memberi kesempatan pada perempuan,” atau “Masa sediki sekali perempuan yang jadi developer?”

Kami, para perempuan, sudah dipersiapkan bersaing dan keluar dari bebatan sejak kami dilahirkan. Memangnya tanpa diberi ruang khusus seperti itu kami tidak akan bisa berkarier di bidang ini? Memangnya kalian pikir kami tak akan bisa bersaing?

Dan memangnya kenapa kalau sedikit sekali perempuan yang jadi developer? Kami bukan hiasan. Bukan objek untuk melegitimasi bahwa bidang ini “ramah perempuan”. Setiap orang, lelaki atau perempuan, punya peran signifikan di dunia programming, tergantung PADA KEAHLIAN masing-masing. Bukan tergantung pada jenis kelaminnya.

“Jadi Teteh maunya bagaimana?”

Saya, sih, maunya biasa-biasa aja. Perlakukan kami dengan SETARA. Kalau ada perempuan yang ngoding tidak perlu diragukan, tidak perlu juga diagung-agungkan. BIASA AJA!

Nilai kami dari keahlian, bukan dari jenis kelamin. Berikan kami kesempatan di bidang ini BUKAN KARENA KAMI PEREMPUAN, tapi karena memang kapabel untuk itu.

Dan untuk para perempuan “pick me girl” yang sering menganggap dirinya kece hanya karena ngoding, no, you are not that special. Profesi ini sama dengan profesi lainnya, pun cewek-cewek yang ngoding enggak lebih istimewa daripada cowok-cowok yang juga ngoding. Begitu juga sebaliknya.

Sekali lagi, perlakukan kami dengan SETARA. Nilai kami dari kemampuan yang kami miliki, bukan dari vagina yang ada di tubuh kami.

T A G S:

S H A R E:

Langit Amaravati

Langit Amaravati

Web developer, graphic designer, techno blogger.

Aktivis ngoding barbar yang punya love-hate relationship dengan JavaScript. Hobi mendengarkan lagu dangdut koplo dan lagu campursari. Jika tidak sedang ngoding dan melayout buku, biasanya Langit melukis, belajar bahasa pemrograman baru, atau meracau di Twitter.

Komentar